Sayuran merupakan salah satu produk hasil pertanian yang mempunyai sifat mudah rusak (perishable). Kerusakan yang terjadi pada sayuran yang telah dipanen, disebabkan karena organ sayuran tersebut masih melakukan proses metabolisme dengan menggunakan cadangan makanan yang terdapat dalam sayuran tersebut. Aktivitas metabolisme pada buah dan sayuran segar dicirikan dengan adanya proses respirasi. Respirasi menghasilkan panas yang menyebabkan terjadinya peningkatan panas. Sehingga proses kemunduran seperti kehilangan air, pelayuan, dan pertumbuhan mikroorganisme akan semakin meningkat. Mikroorganisme pembusuk akan mendapatkan kondisi pertumbuhannya yang ideal dengan adanya peningkatan suhu, kelembaban dan siap menginfeksi sayuran melalui pelukaanpelukaan yang sudah ada. Selama transportasi ke konsumen, produk sayuran pascapanen mengalami tekanan fisik, getaran, gesekan pada kondisi dimana suhu dan kelembaban memacu proses pelayuan. Penanganan pascapanen hortikultura secara umum bertujuan untuk memperpanjang kesegaran dan menekan tingkat kehilangan hasil yang dilaksanakan melalui pemanfaatan sarana dan teknologi yang baik. Penanganan pasca panen hortikultura juga mencegah perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki selama penyimpanan, seperti pertumbuhan tunas, pertumbuhan akar, batang bengkok, buah keriput, polong alot, ubi berwarna hijau (greening), terlalu matang, dll. Strategi dan pengembangan pascapanen harus difokuskan pada dua lingkup kegiatan, yaitu: (1) fresh handling (penanganan segar) atau pascapanen primer dan (2) pengolahan hasil atau pascapanen sekunder. Program utama penanganan pascapanen ditekankan pada peningkatan mutu produk yang masih rendah serta penekanan kehilangan hasil setelah panen yang masih cukup tinggi. Hal ini antara lain disebabkan oleh penggunaan teknologi pascapanen yang belum memadai. B. Persiapan di Lapang dan Pemanenan Penanganan sayur agar supaya memiliki kualitas yang baik diperlukan perlindungan terhadap sayur segar sejak budidaya atau di lapang produksi dan kemudian diteruskan hingga sayur siap dikonsumsi. Deteriorasi atau perusakan sayuran dapat terjadi karena perlakuan pemeliharaan di pertanaman maupun penanganan saat panen. Untuk menghindari penyebab atau menunda permulaan deteriorasi perlu memperhatikan beberapa tindakan atau kegiatan budidaya tersebut. 1. Panen Menentukan kapan saat panen merupakan bagian penting dalam budidaya sayuran. Untuk kebun-kebun rumah, memilih waktu panen sudah pasti dan jelas, yaitu pada saat tercapainya kualitas perkembangan sayur maksimal. Hal ini dikarenakan penggunaan komoditi *Disampaikan pada Pelatihan Peningkatan Pengetahuan Teknis Petani Hortikultura, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Karimun, 28 Maret – 1 April 2011 panenan tersebut segera atau kalupun disimpan dalam lemari es (kulkas) hanya dalam waktu yang pendek. Untuk usaha komersial, pemanenan dipengaruhi oleh beberapa factor. Bilamana komoditi panenan untuk diproses lebih lanjut, maka panen dapat dilakukan saat periode mendekati puncak kematangan, karena periode waktu panen hingga memproses cukup singkat, dan pada saat itu komoditi telah mencapai fase kematangan yang maksimal. Untuk tujuan pasar segar, waktu panen dapat dilakukan bilamana telah mendekati puncak kematangan atau kurang dari itu. Waktu panen juga akan sangat mudah bilamana tanggal tanam atau umur perkembangan tanaman sayuran telah diketahui. Namun demikian untuk beberapa jenis sayuran, waktu panen dapat dilihat pada kondisi perkembangan organ panenan tersebut. Untuk tomat dan cabe dapat berdasarkan perkembangan warna sayur. Kepadatan krop untuk kubis. Jumlah daun untuk sawi. Panjang pucuk dan kondisi daun untuk kangkung, dan sebaginya. 2. Alat panen Penggunaan peralatan panen yang telah berkembang pada saat sekarang sangat berguna bagi petani yang memiliki areal luas dan telah menggunakan jenis-jenis tanaman sayuran yang memiliki tingkat keseragaman (terutama tinggi tanaman) yang tinggi. Selain itu, penggunaan alat panen baik digunakan untuk komoditi-komoditi yang akan diolah lebih lanjut. Sedangkan bagi komoditi yang ditujukan untuk pasar segar dan beberapa jenis sayuran yang memiliki organ panenan berkembang tidak seragam (gradual), maka panenan secara manual (hand harvesting) merupakan teknik yang paling baik. Dengan cara ini, maka tingkat perkembangan atau kematangan komoditi dapat dipilih dan sekaligus dapat dilakukan pengelompokan (grading) saat memasukkan ke wadah penampungan. Selain itu, pemanenan manual dapat menghindari kerusakan komoditi akibat benturan maupun gesekan. Penggunaan peralatan (mechanized harvesting) sering digunakan untuk memanen komiditi sayuran yang organ panenannya berkembang di bawah permukaan tanah seperti kentang dan wortel. Alat mekanisasi digunakan untuk menggemburkan dan menggali tanah sehingga umbi-umbi akan terangkat ke permukaan, dan kemudian dapat dengan mudah dikumpulkan. 3. Wadah panenan dan transportasi Penempatan komoditi panenan pada wadah sesungguhnya merupakan tindakan menghindari sayur dari kerusakan fisik dan mekanik maupun menghindari kotoran. Oleh karena itu, pemilihan jenis bahan wadah sebaiknya didasarkan pada sifat permukaan komoditi bersangkutan. Permukaan wadah seharusnya bersih dan rata untuk menghindari luka lecet atau gesekan. Pengumpulan atau penumpukan komoditi panenan sudah pasti terjadi dan sering menyebabkan kemungkinan kerusakan yang cukup besar. Terlebih-lebih bilamana panenan dilakukan sekaligus terhadap sayuran yang ada di lapang produksi. Penempatan pada wadah selama pengumpulan hasil panen lainnya merupakan teknik yang baik digunakan untuk mengurangi kerusakan. Oleh karena itu, maka penyediaan wadah yang cukup banyak sangat diperlukan. Persentase kerusakan yang lebih tinggi terjadi pada komoditi panenan yang dikumpulkan secara menumpuk di pinggir lapang produksi, dibandingkan dengan bilamana komoditi panenan ditempatkan dalam wadah tanpa membongkar-muat kembali. Transportasi sudah pasti diperlukan atau dilakukan terutama bagi lokasi lapang produksi yang jauh dengan tempat penanganan selanjutnya. Seperti halnya pada komoditi sayur-sayuran, terdapat *Disampaikan pada Pelatihan Peningkatan Pengetahuan Teknis Petani Hortikultura, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Karimun, 28 Maret – 1 April 2011 beberapa hal yang dapat dan perlu dilakukan untuk menghindari kerugian yang lebih besar pada aspek pengangkutan (transportasi). Hal-hal tersebut antara lain menghindari menggunakan alat pengangkut yang terlalu jauh antara tempat panenan ke tempat pengangkutan, pengawasan terhadap penanganan yang kasar pada saat menaikkan dan menurunkan wadah komoditi panenan, mengurangi kecepatan alat pengangkut untuk menghindari besarnya goncangan, dan menjaga kebersihan permukaan wadah. 4. Pengendalian suhu Pengendalian suhu di lapang meliputi penaungan komoditi dari terpaan sinar matahari langsung maupun pra-pendinginan (pendinginan awal). Komoditi panenan sayur yang dibiarkan terkena sinar matahari langsung dapat menjadi panas hingga beberapa derajat di atas suhu yang aman bagi komoditi bersangkutan. Kenaikan suhu tersebut bergantung pada warna dan tekstur permukaan sayur. Membiarkan sayuran terkena sinar matahari langsung akan berdampak buruk terhadap kualitas sayur bahkan akan menyebabkan kehilangan hasil yang semakin tinggi. Sayur yang telah berada dalam wadah sebaiknya juga tidak terkena langsung sinar matahari, karena akan menyebabkan fenomena panas yang buruk di dalam wadah tersebut. Sebaiknya panas dalam wadah yang telah berisi sayur diupayakan konstan atau stabil. C. Penanganan Pasca Panen Penanganan sayur dilakukan untuk tujuan penyimpanan, transportasi dan kemudian pemasaran. Seperti halnya pada buah, langkah yang harus dilakukan dalam penanganan sayur setelah dipanen meliputi pemilihan (sorting), pemisahan berdasarkan umuran (sizing), pemilihan berdasarkan mutu (grading), dan pengepakan (packing). Namun demikian, untuk beberapa komoditi atau jenis sayur tertentu memerlukan tambahan penanganan seperti pencucian, penggunaan bahan kimia, pelapisan (coating-waxing), dan pendinginan awal (precooling), serta pengikatan (bunching), pemotongan bagian-bagian yang tidak penting (trimming). 1. Sorting Setelah pencucian dengan menggunakan air yang diberikan clorin, maka proses selanjutnya adalah pemilahan. Pemilahan terhadap sayur dilakukan untuk memisahkan sayursayur yang berbeda tingkat kematangan, berbeda bentuk (mallformation), dan juga berbeda warna maupun tanda-tanda lainnya yang merugikan (cacat) seperti luka, lecet, dan adanya infeksi penyakit maupun luka akibat hama. 2. Sizing Pengukuran sayur dimaksudkan untuk memilah-milah sayur berdasarkan ukuran, berat atau dimensi terhadap sayur-sayur yang telah dipilih (proses di atas – sorting). Proses pengukuran sayur dapat dilakukan secara manual maupun mekanik. 3. Grading Pada tahapan ini, sayur-sayur dipilah-pilah berdasarkan tingkatan kualitas pasar (grade). Tingkatan kualitas dimaksud adalah kualitas yang telah ditetapkan sebagai patokan penilaian ataupun ditetapkan sendiri oleh produsen. Pemilihan kualitas sayuran dapat berdasarkan *Disampaikan pada Pelatihan Peningkatan Pengetahuan Teknis Petani Hortikultura, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Karimun, 28 Maret – 1 April 2011 ukuran, bentuk, kondisi, dan tingkat kemasakan. Tahapan ini tentunya sangat penting bagi sayuran yang ditujukan untuk pasar segar. Namun tahapan ini tidak perlu dilakukan bilamana sayuran ditujukan untuk proses pengolahan. 4. Trimming, waxing, coating, dan curing Trimming diartikan sebagai pemotongan bagian-bagian sayur yang tidak dikehendaki karena mengganggu penampilannya. Bagian yang dipotong tersebut biasanya perakaran maupun daun-daun tua maupun mengering seperti pada lobak, wortel, bayam, seledri, dan selada. Sedangkan curing merupakan tindakan penyembuhan luka pada komoditi panenan. Luka dapat disebabkan karena pemotongan maupun luka goresan dan benturan saat panen. Curing sering diterapkan pada sayuran seperti bawang-bawangan dan kentang, yaitu dengan cara membiarkan komoditi terkena sinar matahari sejenak setelah panen atau dengan perlakuan pemanasan dengan menggunakan uap secara terkendali. Waxing atau coating merupakan pelapisan permukaan sayuran agar menambah baik penampilannya. Pelapisan dimaksudkan untuk melapisi permukaan sayur dengan bahan yang dapat menekan laju respirasi maupun menekan laju transpirasi sayur selama penyimpanan atau pemasaran. Pelapisan juga bertujuan untuk menambah perlindungan bagi sayur terhadap pengaruh luar. Beberapa penelitian membuktikan bahwa pelapisan dapat memperpanjang masa simpan dan menjaga produk segar dari kerusakan seperti pada tomat, timun, cabe besar, dan terong. Pelilinan (waxing) merupakan salah satu pelapisan pada sayur untuk menambah lapisan lilin alami yang biasanya hilang saat pencucian, dan juga untuk menambah kilap sayur. Keuntungan lain pelilinan adalah menutup luka yang ada pada permukaan sayuran. Pelilinan atau pelapisan digunakan untuk memperpanjang masa segar komoditi sayur atau memperpanjang daya tahan simpan sayur bilamana fasilitas pendinginan (ruang simpan dingin) tidak tersedia. Namun perlu diingat bahwa tidak semua komoditi sayur memiliki respon yang baik terhadap pelilinan. Faktor kritis pelilinan sayur adalah tingkat ketebalan lapisan lilin. Terlalu tipis lapisan lilin yang terbentuk di permukaan sayur membuat pelilinan tidak efektif, namun bila pelapisan terlalu tebal akan menyebabkan kebusukan sayur. Beberapa macam lilin yang digunakan dalam upaya memperpanjang masa simpan dan kesegaran sayur adalah lilin tebu (sugarcane wax) lilin karnauba (carnauba wax), lilin lebah madu (bees wax) dan sebagainya. Lilin komersial siap pakai yang dapat dan sering digunakan para produsen sayur adalah lilin dengan nama dagang Brogdex-Britex Wax. Salah satu jenis pelapis lainnya yang dikembangkan selain pelapis lilin adalah khitosan, yaitu polisakarida yang berasal dari limbah kulit udang-udangan (Crustaceae), kepiting dan rajungan (Crab). Teknik aplikasi atau penggunaan lilin atau pelapisan pada sayur dapat dengan menggunakan teknik pencelupan sayur dalam larutan (dipping), pembusaan (foaming), penyemprotan (spraying), dan pengolesan atau penyikatan (brushing). Tentunya jenis sayur yang berbeda memerlukan teknik pelilinan yang berbeda. 5. Packing Pengepakan sayur untuk konsumen sering dilakukan dengan membungkus sayur dengan plastik ataupun bahan lain yang kemudian dimasukkan ke dalam wadah (kontainer) yang lebih besar. Bahan pembungkus lainnya dapat berupa bahan pulp maupun kertas. Sayur- *Disampaikan pada Pelatihan Peningkatan Pengetahuan Teknis Petani Hortikultura, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Karimun, 28 Maret – 1 April 2011 sayur dalam wadah disesuaikan dengan kualitas yang diinginkan. Dalam satu wadah dapat terdiri hanya satu sayur atau terdiri dari banyak sayur. Sayur-sayur tersebut diatur peletakannya secara rapi sehingga kemungkinan berbenturan satu sama lainnya tidak terjadi. Sedangkan bahan wadah yang dapat digunakan dapat berupa kertas karton (dalam berbagai tipe dan jenis), peti kayu, ataupun plastik. Pada sayur yang ditujukan untuk para konsumen, pengepakan sering dilakukan dengan membungkus sayur dengan plastik ataupun bahan lain yang kemudian dimasukkan ke dalam wadah (kontainer) yang lebih besar. Bahan pembungkus lainnya dapat berupa bahan pulp, polyethilen maupun kertas. Kemudian dimasukkan dalam suatu wadah. Dalam satu wadah dapat terdiri hanya satu sayur atau terdiri dari banyak sayur. Bahan wadah yang digunakan dapat berupa kertas karton (dalam berbagai tipe dan jenis), peti kayu, ataupun plastik. Faktor penting dalam pengepakan yang perlu diperhatikan adalah bahwa bahan pembungkus setidaknya memiliki permeabilitas terhadap keluar masuknya oksigen dan karbondioksida. Seringkali atmosfir dalam ruang pak yang menggunakan plastik tercapai kestabilan udara yang cukup terkendali. Pada kondisi tersebut biasanya kandungan oksigen rendah sedangkan karbondioksidanya lebih tinggi baik terhadap oksigen maupun udara di luar pak (dos). Tekanan uap air relative stabil sehingga menguntungkan untuk mempertahankan kualitas sayur dalam simpanan. Bahan pak (dos) luar yang akan menampung beberapa dos berukuran kecil sering disebut sebakai Master Container. Bahan dos tersebut dapat berupa karton maupun kayu, yang penting memiliki sifat tahan kerusakan akibat air, gesekan, tumpukan dan tidak goyah, tidak berat. 6. Pre-cooling Usaha menghilangkan panas lapang pada sayur akibat pemanenan di siang hari disebut pre-cooling atau pendinginan awal. Seperti diketahui suhu tinggi pada sayur yang diterima saat pemanenan akan merusak sayur selama penyimpanan sehingga menurunkan kualitas. Makin cepat membuang panas di lapang, makin baik kemungkinan menjaga kualitas komoditi selama disimpan. Pre-cooling dimaksudkan untuk memperlambat respirasi, menurunkan kepekaan terhadap serangan mikroba, mengurangi jumlah air yang hilang melalui transpirasi, dan memudahkan pemindahan ke dalam ruang penyimpanan dingin bila sistem ini digunakan. Pendinginan awal dapat dilakukan dengan berbagai cara, namun umumnya dengan prinsip yang sama, yaitu memindahkan dengan cepat panas dari komoditi ke suatu media pendingin, seperti udara, air atau es. Waktu yang diperlukan sangat bervariasi, 30 menit atau kurang, tetapi mungkin pula lebih dari 24 jam. Perbedaan suhu antara media pendingin (coolant) dengan komoditi sayur harus segera dikurangi agar proses pre-cooling efektif. Penurunan atau pre cooling dapat dilakukan dengan menggunakan udara dingin pada teknik Air Cooling, air yang diberikan es batu pada teknik Water/Hydro Cooling, atau sistim vakum pada teknik Vacuum Cooling. D. Faktor-faktor Berpengaruh terhadap Mutu Ada beberapa faktor yang berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap mutu. Baik faktor pra-panen maupun pascapanen sangat penting dan berinteraksi satu sama lainnya sehingga menyebabkan evaluasi mutu produk hortikultura adalah merupakan *Disampaikan pada Pelatihan Peningkatan Pengetahuan Teknis Petani Hortikultura, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Karimun, 28 Maret – 1 April 2011 proses yang kompleks. Interaksi tersebut menyebabkan adanya variasi mutu dari produk segar tersebut sepanjang waktu. Faktor Pra-panen Faktor pra-panen yang berpengaruh terhadap mutu meliputi: • Genotipe kultivar dan rootstock • Kondisi iklim selama periode produksi • Praktik budidaya • Populasi tanaman Genotipe Kultivar dan Rootstock Gen-gen yang membangun tanaman sering disebut sebagai genotipe dari tanaman tersebut. Genotipe mengendalikan karakteristik tanaman, seperti bentuk daun dan buah. Namun demikian, lingkungan tempat tumbuh berpengaruh terhadap ekspresi dari genotipe ini. Seperti contohnya buah manggis yang tumbuh di dataran rendah akan lebih cepat mengalami pematangan dibandingkan buah manggis dengan varietas yang sama dan tumbuh di daerah dataran tinggi dengan ukuran rata-rata lebih besar. Selada yang tumbuh pada musim panas di daerah empat mmusim akan matang dengan ukuran lebih besar dibandingkan dengan varietas yang sama yang ditumbuhkan selama awal musim semi dimana suhu adalah lebih rendah. Kenampakan selada adalah sama karena genotipenya sama, namun ekspresi ukurannya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan selama pertumbuhan dan perkembangannya. Ketika petani memilih varietas khusus atau memilih menggunakan rootstock dengan jenis tertentu, maka genotipe dalam material tanaman akan menentukan karakteristik awal produk. Tetapi, karakkteristik ini dapat termodifikasi dalam hal bentuk oleh kondisi lingkungan selama pertumbuhan dan perkembangannya di lapangan. Informasi pasar dapat digunakan sebagai petunjuk oleh petani dalam memilih varietas yang sesuai dengan permintaan konsumen pada pasar-pasar tertentu. Bila pasar menginginkan apel merah, maka tidak ada alasan untuk memilih varietas apel hijau. Warna apel ditentukan oleh genotipe. Dengan demikian, pekerjaan pertama yang harus dilakukan petani adalah memilih bahan genetik (genotipe) yang benar untuk menghasilkan mutu produk yang diinginkan. Kondisi Iklim Selama Produksi Kondisi cuaca panas panas, lembab/basah, kering dan dingin akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Dalam kondisi cuaca kering dimana irigasi tersedia, mutu produk sering lebih baik. Namun dalam kondisi periode basah berkepanjangan dengan dibarengi hujan badai, maka mutu akan tidak baik. Angin yang berlebihan akan pula mengurangi kenampakan produk sebelum pemanenan dilakukan. Praktek Budidaya Setiap petani mempunyai caranya tersendiri di dalam membudidayakan tanaman. Praktik agronomi, dengan tersedianya irigasi, pemupukan dan implementasi strategi pengendalian dan perlindungan tanaman adalah secara langsung berpengaruh terhadap masa hidup pascapanen dari produk yang dipanen dan juga mutu saat dipanen. Penerapan praktikpraktik tersebut, yaitu menyangkut waktu dalam hubungannya dengan siklus hidup tanaman *Disampaikan pada Pelatihan Peningkatan Pengetahuan Teknis Petani Hortikultura, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Karimun, 28 Maret – 1 April 2011 dan pengelolaan tanaman secara keseluruhan adalah dicerminkan pada mutu produk yang dihasilkan. Status nutrisi tanaman adalah faktor penting berpengaruh terhadap mutu saat panen dan kehidupan pascapanen berbagai buah dan sayuran. Kekurangan, kelebihan atau ketidakseimbangan berbagai nutrisi telah diketahui mengakibatkan tidak sempurnanya produk dan membatasi masa simpan kebanyakan buah dan sayuran. Populasi Tanaman Untuk mencapai ukuran produk yang optimum, populasi tanaman harus diatur dengan baik di lapangan. Umumnya, populasi tanaman yang tinggi akan menghasilkan produk yang kebanyakan ukurannya kecil. Sebaliknya, populasi tanaman yang rendah akan menghasilkan beberapa produk yang besar. Biasanya mutu premium adalah antara dua ukuran yang ekstrem tersebut seperti pada jeruk dan apel. Produk lainnya akan lebih disukai ukuran yang lebih besar seperti pisang. Bienial bearing (produksi berlebih pada satu tahun dalam dua tahun produksi) pada tanaman buah-buahan tertentu dapat mengurangi keuntungan dari petani dalam dua hal. Pertama, hasil tanaman pada off-year akan jauh berkurang. Kedua, harga yang diterima petani dapat menurun karena kebanyakan buah ukurannya diluar ukuran yang dikehendaki (yaitu, buah yang sangat besar pada off-year karena jumlah buah per pohon sedikit atau buah sangat kecil pada on-year karena jumlah buah per pohon sangat banyak). Wortel adalah contoh yang baik untuk memberikan gambaran pengaruh populasi tanaman terhadap mutu hasil. Jika tanaman wortel dengan populasi yang tinggi, maka akan cenderung menghasilkan wortel yang pendek. Dengan meningkatkan jarak tanam, maka akar akan semakin panjang dan lebih besar. Pasar produk wortel segar lebih menyenangi ukuran yang medium, dengan demikian, ukuran wortel merupakan komponen mutu yang penting dimana ditentukan pada saat penetapan jarak tanam; pada awal siklus hidup tanaman. Faktor Pascapanen Faktor pascapanen meliputi: • Panen • Perlakuan-perlakuan pascapanen Panen Waktu pada saat hari panen dan metode pemanenan adalah secara langsung ber pengaruh terhadap mutu produk yang akan dijual. Waktu terbaik untuk panen adalah pagi hari atau sore hari dimana suhu lingkungan rendah. Produk sebaiknya tidak dipanen di tengah siang hari. Namun pada praktiknya hal ini terkadang tidak bisa dihindarkan. Beberapa produk seperti sayuran berdaun adalah lebih sensitif terhadap pemanenan selama periode panas hari dibandingkan produk lainnya. Status air atau kandungan air produk adalah faktor kritis dan kandungannya adalah tertinggi pada saat pagi hari. Karena kandungan air untuk kebanyakan produk sangat ditentukan pada saat panen, selada yang mengalami pelayuan saat panen akan hanya menjadi lebih layu lagi setelah pemanenan. Bunga potong dapat direhidrasi (diserapkan air) setelah panen. *Disampaikan pada Pelatihan Peningkatan Pengetahuan Teknis Petani Hortikultura, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Karimun, 28 Maret – 1 April 2011 Kebanyakan produk hortikultura adalah dipanen dengan tangan. Cara panen ini mempunyai beberapa kelebihan, salah satunya adalah berkurangnya kerusakan fisik atau mekanis. Tidak adanya kerusakan fisik; seperti lecet, memar, adalah penting sebagai parameter mutu. Faktor penting lainnya yang menentukan mutu pada saat panen adalah stadia kematangan dari produk. Hal ini khususnya untuk buah yang mengalami proses pemasakan setelah panen. Perlakuan Pascapanen Setelah produk dipanen, dia harus melalui satu seri proses sampai siap dipasarkan. Jumlah dan jenis proses untuk produk secara individu adalah beragam sesuai dengan kelompok dari produk tersebut. Pada dasarnya, produk harus dievaluasi mutunya, diperlakukan bila diperlukan, kemudian dikemas untuk pendistribusiannya. Berbagai ragam proses selanjutnya diberikan seperti pendinginan sebelum didistribusikan. Teknik pascapanen khusus terkadang digunakan tergantung pada bagaimana produk tersebut dipersiapkan untuk pasar. Faktor yang sebenarnya sangat penting berpengaruh terhadap mutu keseluruhan produk hortikultura adalah waktu. Karena mutu produk adalah puncaknya pada saat panen, semakin lama periode antara panen dan konsumsi, maka semakin besar susut mutunya. Dengan demikian dalam pendistribusiannya harus dilakukan dengan baik karena kerusakan mutu berlangsung cepat. E. Penyimpanan dan Kondisi Penyimpanan Didasarkan pada proses metabolisme yang tetap berlangsung pada sayur selama penanganan pascapanen, maka selama penyimpanan dilakukan pemilihan teknik yang dapat menekan laju metabolisme tersebut. Sedangkan pada sisi lain, yang dikehendaki oleh konsumen, adalah bahwa komoditi sayur yang dipasarkan harus masih dalam kondisi segar, sehingga teknik penyimpanan merupakan suatu faktor yang kritis untuk dipertimbangkan. Penyimpanan sayur yang telah dipak dalam berbagai macam wadah tentunya menunggu beberapa saat untuk dipasarkan. Bagi sayur-sayur yang dipasarkan secara lokal, mungkin saja tidak diperlukan sistem penyimpanan yang berfasilitas pendingin namun bagi pemasaran yang berjarak jauh, maka penyimpanan yang memiliki fasilitas pendingin sangat diperlukan. Fasilitas pendingin tersebut diperlukan untuk menjamin agar suhu dalam ruang simpan tetap stabil. Bilamana dipilih metode penyimpanan dingin, maka beberapa teknik penyimpanan dingin untuk sayur yang dapat digunakan meliputi ; a. pendinginan ruang (cooling room), b. pendinginan tekanan udara (forced-air cooling), c. pendinginan menggunakan air (hydro cooling), d. pendinginan vacuum (vacuum cooling), dan e. pendinginan menggunakan es batu (package icing). Proses respirasi yang mengendalikan pematangan dan penuaan sayur dapat lebih dihambat dengan penyimpanan dingin yang disertai penurunan kadar oksigen dan/atau *Disampaikan pada Pelatihan Peningkatan Pengetahuan Teknis Petani Hortikultura, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Karimun, 28 Maret – 1 April 2011 peningkatan kadar karbondioksida dalam ruang penyimpanan. Namun demikian, kondisi penyimpanan seperti kadar oksigen, karbondioksida dan suhu untuk masing-masing jenis sayur berbeda satu dengan lainnya. 1. Kubis Kubis dapat dipertahankan kesegarannya bila disimpan pada suhu 0o C dan kelembaban relative 98%. Dalam penyimpanannya, hindari penyimpanan bersama dengan buah apel atau pear, karena kedua jenis buah tersebut mengeluarkan etilen yang berefek buruk terhadap kubis. 2. Wortel Mempertahankan kesegaran wortel dapat dilakukan dengan menunda panen beberapa minggu. Dalam penyimpanan dingin bersuhu 0o C dengan kelembaban relative 98%, kesegaran umbi wortel dapat dipertahankan hingga 7 – 9 bulan. Dengan teknik hydrocooled, top-iced dan pengepakan kantong polietilen, umbi wortel yang diikat-ikat (bunched) dapat bertahan hanya 30 – 45 hari. 3. Kubis Bunga Untuk pasar segar, kubis sayur dapat disimpan dengan teknik hydrocooling atau vacuum cooling. Penyimpanan pada 0o C dan kelembaban relative 95% dapat mempertahankan kesegaran hingga 21 – 28 hari. 4. Seledri Kemungkinan perpanjangan kesegaran hingga 60 – 90 hari akan tercapai bilamana disimpan pada kondisi suhu 0 o C dengan kelembaban relative 98%. Mempertahakan kesegaran untuk 1 – 2 minggu dapat dilakukan dengan penyimpanan hydro cooling. 5. Mentimun Penyimpanan secara hydro cooling pada suhu 10o C -12.8o C dan kelembaban relative 95% dapat mempertahankan kesegarannya sampai 10 – 14 hari. Umur kesegaran akan semakin diperpanjang bilamana dikombinasikan dengan coating/waxing. 6. Terong Waktu simpan terong sangat pendek. Kesegaran dapat dipertahankan untuk beberapa hari dengan tujuan pasar swalayan besar pada kondisi suhu 7.8o C – 12.2o C dan kelembaban relative 90%. 7. Selada Kesegaran tetap terjaga pada penyimpanan dengan suhu 0o C dan kelembaban relatif yang tinggi. Kondisi lingkungan simpan yang tinggi CO2 dan rendah O2 akan menyebabkan pencoklatan 8. Cabe *Disampaikan pada Pelatihan Peningkatan Pengetahuan Teknis Petani Hortikultura, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Karimun, 28 Maret – 1 April 2011 Umur kesegaran dapat mencapai 2 – 3 minggu bila disimpan pada kondisi suhu 7.2 – 10o C. Untuk mengurangi kehilangan kelembaban air, cabe disemprotkan lilin, sehingga waktu simpan dapat diperpanjang.